30 September, 2007

Pelajaran dari Pengamen Jalanan

kemaren, seperti biasanya saya menikmati kebiasaan baru. kebiasaan yang memnyenangkan, yaitu berangkat dan pulang ke jogja. perjalanan menggunakan bis Jogja-Purwokerto kelas ekonomi. bis ini adalah bis faforitku karena memamng saya sudah mencoba untuk naik bis yang ber-pendingin, namun memang tidak cocok dengan dengan hawa-nya sehingga membuat saya menjadi sakit. kata orang-orang sih karena saya tidak bakat untuk menjadi orang "penting".
seperti biasa juga dalam bis kadang berjubal dengan para penumpang, yang duduk maupun yang berdiri empet-empetan (berdesak-desakan). hiruk pikuk para penumpang menambah panas suasana yang memamng sumpek dengan berbagai aroma, mulai dari aroma parfum sampae aroma balsem.
tak ketinggalan juga para pengasong dalam bis yang juga ikut "memeriahkan" suasana dalam bis, mereka menawarkan dagangannya salaing bersahutan antara pedagang satu dengan pedagang lainnya. mereka berebut calon pembeli.
yang tidak ketinggalan adalah para pengamen dalam bis. mereka jumlahnya sangat banyak. jika mau menghitung, mulai dari saya naik bis di kalibagor sampai ke jogja bisa sampai 10-15 pengamen. mereka keluar masuk silih berganti, ada pengamen "solo", ada juga pengamen yang "berjamaah" sampai 5 atau 6 orang. begitu beragam lagu-lagu yang mereka nyanyikan, namun karena hari-hari ini adalah nuansa ramadhan maka kebanyakan mereka menyanyikan lagu-lagu rohani.
biasalah.... sebelum maupun sesudah menyanyikan lagu pasti mereka akan menyampaikan pengantar sebagai basa-basi untuk mendapatkan "simpati" dari para penumpang. ada yang terus terang mereka mengaku sebagai pengamen jalanan, namun ada juga yang tidak mau disebut pengamen jalanan. tapi mereka sebut diri mereka sebagai "artis seniman". banyak dari mereka yang menyanyikan lagu-lagu untuk menyindir para penumpang yang intinya penumpang akan malu jika tidak memberi uang pada pengamen tersebut.

Namun kemaren ada pengamen yang berbeda dari biasanya. dari sekian banyak pengamen, dia yang berpenampilan nyentrik dibanding dengan pengamen-pengamen sebelumnya. bagaimana tidak nyentrik. lha wong umurnya sekitar 60-an tahuntapi masih sangat enerjik dan yang tidak ketinggalan adalah di lehernya ada kalung yang ternyata liontonnya adalah sebuah flashdisk. ya.... tidak salah, itu adalah sebuah flashdisk yang tergantung di dadanya. tidak hanya itu kenyentrikannya, yang tidak kalah menariknya adalah ternyata dalam kata pengantarnya dia mengaku sebagai Ketua Paguyuban Pengamen Jogja-Solo. jabatan yang keren bukan??!!!


banyak yang beliau (saya sebut "beliau" karena saya taruh hormat padanya, walau hanya pengamen) sampaikan selama menemani perjalananku. Dengan organisasinya tersebut, dia banyak menyindir para penumpang yang sungguh di luar dugaan saya sebelumnya. Banyak dari kita yang memandang sebelah mata kepada para pengamen. pengamen kita identikkan dengan penagngguran, kumal, urakan, dan banyakn kesan-kesan negatif yang kita tempelkan padanya. memang, ada juga pengamen yang seperti apa yang kita gambarkan tersebut, tapi tidak semuanya. "Pengamen juga manusia", begitu kata yang saya adaptasi dari Seurieus.

Mereka mengamen adalah sebagai media untuk mengekspresikan jiwa seni yang ada pada dirinya. selain juga untuk menyambung hidup. toh yang mereka lakukan bukan hal yang dilarang oleh agama. bagi mereka, lebih baik mengamen daripada mencuri.

pengamen yang ketua organisasi tersebut, mengatakan dan menawarkan kepada para penumpang bahwa mereka (para pengamen) dengan organisasinya telah membantu banyak rakyat yang senasib dengan mereka(maksudnya adalah rakyat miskin). banyak yang sudah mereka berikan, misanya mengadkan sunat massal, mengadakan pembinaan wirausaha, mengadakan kegiatan-kegiatan amal dan lain sebagainya. beliau mneyampaikan bahwa bagi para penumpang yang kebetulan "sangu" nya pas-pasan maka tidak usah memberi uang receh pada pengamen. DAN KALAU MAU MALAH SILAHKAN UNTUK MENGAMBIL UANG RECEHAN YANG SUDAH DIDAPATKAN OLEH PENGAMEN UNTUK TAMBAHAN ONGKOS PERJALANAN. sungguh luarbiasa beliau. beliau telah membuka mata hati saya bahwa tidak semua apa yang kita pikiran tentang pengamen benar.

ternyata masih ada pengamen yang punya hati nurani, masih ada yang dengan segala keterbatasan dan kekurangannya mau memberi bantuan kepada sesama. Mari kita untuk bersikap lebih arif dan bijaksana dalam membuat kesimpulan kepada seseorang atau sekelompok orang. BELUM TENTU KITA YANG LEBIH BAIK DARI MEREKA.

Tidak ada komentar: